Krisis moneter adalah kejadian yang pasti terjdi pad asuatu negara karena banyak faktor salah satunya yaitu hutang Negara yang terlalu tinggi. Faktor lainnya seperti wabah penyakit, curangnya para oknum, dan lain lain.
Sebelum itu anda dapat membaca artikel trading di website GIC. Anda juga dapat follow instagram dan youtube GIC untuk mendapatkan lebih banyak informasi dan edukasi-edukasi tentang trading.
Simak dibawah ini untuk mengethaui tentang krisis moneter lebih lanjut !
Pengertian Krisis Moneter
Krisis moneter adalah kejadian di mana banyak aset keuangan seperti saham, real estate, atau minyak mendadak kekurangan banyak dari jumlah nilai maupun nominalnya.
Di-abad ke-19 dan pada awal abad ke-20an, kebanyakan krisis moneter bertautan dengan kepanikan bank-bank, dan terdapat banyak juga resesi yang bertepatan dengan paniknya saat krisis moneter.
Konnyadisi lain yang dapat disebut krisis moneter termasuk rusaknya market saham dan meletusnya gelembung keuangan lainnya , krisis valuta atau mata uang dan default negara.
Krisis moneter adalah kejadian ketika instrumen keuangan dan aset menurun secara signifikan nilainya. Akibatnya, bisnis mengalami kesulitan memenuhi kewajiban keuangan mereka, dan lembaga keuangan kekurangan uang tunai atau aset yang dapat dikonversi untuk mendanai proyek dan memenuhi kebutuhan mendesak. Investor kehilangan kepercayaan pada nilai aset mereka dan pendapatan dan aset konsumen dikompromikan, sehingga menyulitkan mereka untuk membayar hutang mereka.
Kondisi lain yang mungkin dinamakan krisis moneter adalah jatuhnya pasar saham, krisis mata uang atau pecahnya gelembung keuangan spekulatif.
Penyebab Krisis Moneter
Krisis moneter adalah kejadian disaat asset dan juga institusi dianggap bernilai melonjak tinggi (over), dan situasinya dapat diperburuk oleh perilaku atau sikap investor yang tidak masuk akal. Contoh, aksi jual yang cepat lalu dapat mengakibatkan sebuh harga aset yang lebih rendah, hal itu mendorong para individu untuk membuang suatu asset atau melakukan penarikan tabungan dengan nilai atau jumlah yang besar ketika dikabarkan terjadi kegagalan perbankan.
Faktor-faktor yang memiliki sumbangsih terhadap krisis moneter yaitu insentif untuk mengambil banyak risiko, kegagalan suatu sistem, kegagalan sebuah peraturan, penularan atau penyebaran yang mengakibatkan masalah seperti virus atau wabah. Jika sampai terbengkalai, krisis moneter dapat menjadi depresi atau resesi pada perekonomian.
Dampak Krisis Moneter
Krisis moneter adalah kejadian luar biasa yang menyebabkan dampak cukup besar untuk suatu negara bahkn Dunia. Dampak yang ditimbulkan dari krisis moneter adalah pertumbuhan ekonomi di negara berkembang turun drastis dari 13,8% pada tahun 2007 menjadi 6,1% pada tahun 2008, dan turun menjadi 2,1% pada tahun 2009. Dampak krisis moneter lainnya yaitu :
Dampak krisis keuangan global terhadap negara berkembang
Arus masuk modal swasta ke negara-negara berkembang turun drastis, menjadi $707 miliar pada tahun 2008 dari rekor tertinggi historisnya sebesar $1,2 triliun pada tahun 2007 dan penurunan lebih lanjut menjadi hanya $363 miliar diharapkan pada tahun 2009. Penurunan ini sangat parah di dua kuartal terakhir tahun 2008 dan awal tahun 2009. Melihat arus modal swasta, ada kebutuhan untuk disagregasi. Investasi portofolio mengalir ke beberapa negara berkembang (misalnya Indonesia, Uganda, Zambia, Bolivia) mengalami perubahan yang dramatis penurunan pada akhir tahun 2008 dan selama paruh pertama tahun 2009, terkadang bergeser ke arus keluar bersih yang besar. Di Afrika, arus masuk FDI turun sekitar 36% dalam 2009 dibandingkan dengan 2008 (UNCTAD, 2010), tetapi dampaknya bervariasi secara signifikan di berbagai negara.
-
Remittances atau Pengiriman Uang
Penurunan pengiriman uang jauh lebih kecil dibandingkan dengan aliran swasta lainnya ke negara berkembang negara, tetapi ini signifikan. Setelah periode pertumbuhan yang luar biasa pada tahun 2007 dan sebagian besar tahun 2008, pengiriman uang melambat dari kuartal terakhir tahun 2008 dan tren ini berlanjut ke yang pertama tiga kuartal tahun 2009. Menurut data terakhir yang dirilis oleh Bank Dunia (2009b), aliran remitansi ke negara-negara berkembang menurun sebesar 6,1% menjadi $317 miliar pada tahun 2009 dari $338 miliar pada tahun 2008. Negara-negara di Amerika Latin dan Karibia, Timur Tengah, Afrika Utara, Asia Tengah dan Eropa Timur sangat terpengaruh.
Krisis keuangan global menyebabkan permintaan barang dan juga jasa yang lebih rendah, mengeringnya kredit ketersediaan dan meningkatnya proteksionisme. Efek gabungan dari ketiga faktor ini secara signifikan mempengaruhi harga dan volume perdagangan di negara berkembang, terutama di negara-negara dengan tingkat keterbukaan perdagangan dan konsentrasi ekspor yang tinggi, serta sangat bergantung pada krisis yang melanda pasar.
Pada November 2009, banyak harga komoditas yang naik lagi dibandingkan dengan November 2008, tetapi mereka masih di bawah tingkat sebelum krisis. Di sisi lain, penurunan permintaan barang dan jasa juga menyebabkan penurunan ekspor di negara-negara seperti Kamboja, di mana nilai ekspor garmen turun dari rata-rata bulanan $250 juta pada tahun 2008 menjadi $100 juta pada Januari 2009 (Te Velde et al., 2009), dan Kenya, di mana turis kedatangan menurun hampir 34% pada tahun 2008 dibandingkan tahun 2007.
Sejauh ini, hanya terdapat sedikit atau tidak adanya bukti penarikan bantuan dari negara-negara berkembang. Menurut Te Velde dkk. (2009), dalam sampel 10 negara berkembang, hanya Uganda dan Bangladesh melaporkan penurunan bantuan pada tahun 2008, tetapi tidak jelas apakah ini terutama terkait dengan krisis keuangan global. IDS (2008) menunjukkan bahwa beberapa yayasan swasta mengurangi
alokasi anggaran terutama di negara-negara Afrika. Sejumlah faktor harus dipertimbangkan ketika menilai kemungkinan dampak krisis negara berkembang melalui saluran bantuan. Pertama, krisis signifikan yang terus-menerus di
negara maju dapat menyebabkan kontraksi dalam bantuan pembangunan resmi (ODA) - bukti empiris menunjukkan bahwa bantuan bersifat pro-siklus dengan pendapatan donor dan penerima – dan beberapa negara telah memotong pengeluaran bantuan mereka (misalnya Italia sebesar 56% dan Irlandia sebesar 24% - lihat Te Velde dan Massa, 2009b). Kedua, karena krisis beberapa negara maju berubah alokasi bantuan di dalam dan di seluruh negara berkembang. Belanda misalnya menerapkan pemotongan yang lebih tinggi sebesar 25% di negara-negara yang lebih kaya seperti Vietnam dan Indonesia, dan berencana untuk memotong anggaran sebesar 12% untuk Tanzania, Zambia dan Mali, sementara bantuan untuk negara-negara rapuh seperti Afghanistan dan Burundi tidak dipotong (Te Velde dan Massa, 2009b). Akhirnya, berkembang
negara-negara yang lebih bergantung pada bantuan (misalnya Benin, Ghana dan Kamboja) cenderung lebih banyak terpapar daripada yang lain (misalnya Kenya dan Nigeria) pada kontraksi bantuan.
Jumlah pengangguran global diperkirakan akan meningkat secara signifikan karena krisis. ILO (2010) memperkirakan bahwa hal itu meningkat sebesar 34 juta pada tahun 2009 dibandingkan dengan tahun 2007. Eropa Tengah dan Tenggara serta Amerika Latin dan Karibia termasuk di antara daerah yang mengalami lonjakan terbesar dalam tingkat pengangguran. Studi kasus negara ODI melaporkan bahwa di Kamboja lebih dari 38.000 pekerja diberhentikan dalam sebelas bulan pertama 5 2009 dan di DRC sekitar 20.000 pekerjaan hilang di sektor pertambangan hanya di provinsi Katanga antara Desember 2008 dan April 2009 (Te Velde et al., 2010).
Perempuan seringkali menjadi pihak pertama yang merasakan dampak krisis terutama pada sektor ekspor tertentu, seperti sebagai industri bunga potong di Uganda dan Kenya, atau sektor garmen di Kamboja di mana mereka mewakili 85%, 70% dan 90% dari total angkatan kerja sektoral (Bank Dunia, 2009; Te Velde dkk., 2009a). Meskipun proyeksi peningkatan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010, prospek lapangan kerja adalah diperkirakan akan tetap kritis pada tahun berjalan (ILO, 2010).
Ciri Negara yang Mengalami Krisis Moneter
Krisis moneter adalah keadaan buruk yang memiliki tanda-tanda jelas pada suatu Negara. Berikut ciri-cirinya :
1. Utang Luar Negeri yang Terlalu Besar
Nilai hutang yang masuk jatuh diangka yang sangat mengkhawatirkan. Jumlahnya dapat berkali-kali lipat jauh lebih besar dibandingkan PDB (Produk Domestik Bruto) yang dihasilkan oleh Negara. Jumlah hutang yang masuk ada pada angka yang cukup mengkhawatirkan, dapat berkali-kali lipat jauh lebih besar jumlahnya dibandingkan PDB (Produk Domestik Bruto) yang dapat dihasilkan Negara.
Hutang yang menumpuk tersebut dapat membuat Negara kesulitan didalam mengembalikannya. Hal ini tidak hanya terjadi pada Negara, namun hutang luar Negri Hutang yang menumpuk tersebut akan membuat negara mengalami kesulitan dalam mengembalikan hutong tersebut.
2. Inflasi dengan Nilai Tidak Wajar
Krisis moneter mempunyai ciri khas, yaitu kejadian inflasi yang sangat sulit untuk dikondisikan atau dikontrol. Harga barang-barang naik cukup tinggi, sementara itu masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah (middle lower class) tidak dapat atau mampu membeli kebutuhan harian.
3. Neraca pembayaran besaran defisitnya terlalu besar
Negara yang sedang krisis moneter pada umumnya mengalami defisit neraca pembayaran yang terlampau tinggi. Neraca ini berkaitan dengan impor yang lebih besar dari pada ekspor. Akan lebih baik jika ekspor dan impor itu seimbang pada suatu Negara.
Keadaan akan menjadi kacau ketika angka persentase defisitnya di luar kemampuan negara yang mengalami krisis. Hal itu akan membuat biaya impor jadi melambung, pengeluaran negara jadi tambah banyak.
4. Nilai Tukar Mata Uang yang Terlalu Tinggi
Di Indonesia pada tahun 1998 mengalami krisis dan nilai tukar Rupiah bahkan sempat pada angka Rp16.000 per 1 dolar AS. Angka ini menciptakan sistem perbankan Indonesia nyaris collapse, sehingga banyak bank-bank dimerger atau bangkrut untuk mengatasi krisis agar tidak berubah menjadi lebih buruk lagi.
5. Suku Bunga Naik dengan Angka Persentase yang Terlalu Tinggi
Suku bunga yang naik akan membuat perusahaan sulit untuk melunasi hutang ke bank dan juga ke lembaga keuangan. Akibat dari hal tersebut, para lembaga keuangan dan juga bank terdapat kredit macet yang keadaannya telah termasuk dalam level gawat.
Contoh Krisis Moneter Terparah di Dunia
Krisis moneter seringkali terjadi, krisis sudah dan akn terjadi selama dunia masih memiliki dan juga menggunakan mata uang. Beberapa krisis terparah yang terkenal pernh terjadi yaitu :
- Credit Crisis of 1772 : Krisis ini dimulai sekitar bulan Maret atau April, selepas kredit period yang berkembang pesat, seorang mitra pada bank besar yaitu Alexander Fordyce, kehilangan saham dengn jumlah besar pada perusahaan India Timur lalu kabur ke Prancis untuk menghindari membayar kembali. Kepanikan dari krisis tersebut mengakibatkan lebih dari 20 bank besar collapse dan tidak melakukan pembayaran kepada para kreditur dan deposan, krisis tersebut juga menyebabkan para bank di Inggris melarikan diri. C
- Tulip Mania (1637) : Banyak sejarawan berpendapat bahwa Tulip Mania ini tidak memiliki banyak dampak pada perekonomian Belanda, oleh karen ini fenomena ini tidak boleh dianggap sebagai krisis, hal ini bersamaan dengan meletusnya Bubonic Plague (wabah pes) yang berdampak signifikan pada negara
- Krisis Asia 1997–1998 : Momen Krisis yang terjadi ini dimulai pada tahun 1997 bulan Juli dengan jatuhnya mata uang baht Thailand. Karena kekurangan jumlah valuta asing, pemerintahan Thailand secara terpaksa menghilangkan patokan kepada dolar AS dan pemerintah Thailand membiarkan baht terombang-ambing. Hasil dari kejadian tersebut adalah devaluasi besar-besaran yang menyebar ke sebagian besar bagian Asia Timur dan turut juga mempengaruhi Jepang, serta peningkatan besar didalam rasio utang terhadap PDB (Produk Domestik Bruto). Akibatnya, krisis ini menyebabkan pengawasan keuangan dan pengaturan yang lebih baik lagi.
Itu semua merupakan informasi mengenai krisis moneter, semoga dapat membantu anda memperluas edukasi tentang keuangan dunia !
Trading
sekarang untuk mengetahui kemampuan trading kamu hanya di GICTrade !